Presiden Joko Widodo baru-baru ini menunjuk Hatanto Reksodipoetro sebagai nahkoda Badan Pengusahaan (BP) Batam yang baru. Presiden mengharapkan kawasan perdagangan bebas Batam bangkit dari tidurnya dan berlari menyaingi Singapura. Status kawasan FTZ (free trade zone) akan ditingkatkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus.
Batam, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, tetap menjadi magnet para investor asing dan domestik. Hal ini dapat dilihat dari laporan realisasi investasi di Batam dalam tiga bulan pertama 2016 yang tetap tumbuh.
Realisasi investasi di pulau yang hanya berjarak 25 Km dari Singapura ini pada kuartal I/2016 mencapai US$391 juta, meningkat 9,3% dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya sebesar US$204 juta.
Adapun berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), tahun ini, Batam telah memberikan persetujuan atas 410 proyek baru dengan nilai investasi lebih dari US$474 juta, atau naik 66% dari tahun lalu yang hanya terdapat 117 proyek dengan nilai sebesar US$285 juta.
Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi Batam pada 2015 juga mencapai 5,82%, di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 4,8%.
Namun, angka-angka cantik itu tetap tidak membuat Presiden Joko Widodo berpuas diri. Pemerintah menilai perkembangan ekonomi, bisnis dan investasi di Batam justru masih stagnan, dibandingkan dengan potensi yang bisa diraih.
“Bapak Presiden Joko Widodo telah melihat secara langsung perkembangan Batam selama ini dan berharap Batam lebih berkembang dari yang sudah ada sekarang, meskipun pertumbuhan ekonominya di atas nasional,” kata Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro.
Hatanto bersama wakil kepala dan lima deputinya pada April 2016 lalu ditunjuk untuk memimpin Batam agar melakukan pembenahan dan akselerasi investasi di segala bidang.
“Kami diberikan tugas sederhana tetapi mewah, kami diminta untuk bisa turning around atau membalikkan dan mempercepat atau accelerating development Batam yang dirasa tidak menunjukkan potensinya yang ada,” ujarnya.
Jika melihat sejarahnya, Batam memang dikembangkan secara khusus menjadi kawasan perdagangan bebas dan bisnis terpadu. Era tahun 1971 sampai 1983, pulau seluas 415 km persegi ini, dikelola pemerintahan tunggal oleh Badan Otorita Batam. Kemudian pada 1983, dibentuk Pemerintah Kota Administratif untuk mengurusi masalah kependudukan.
Perubahan besar terjadi setelah dikeluarkan dan diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Daerah, yang menjadikan Batam sebagai daerah otonom yang sama kedudukannya dengan kabupaten dan kota-kota lainnya di Indonesia. Sejak saat itu, terjadi dualisme kepemimpinan terutama yang berkaitan dengan pengurusan lahan dan tarik menarik kewenangan lainnya. Dampak dari masalah ini adalah perkembangan Batam yang dinilai stagnan tadi.
Hatanto mengatakan manajemen baru akan mengedepankan keterbukaan dan komunikasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut agar keberadaan BP Batam dan Pemkot Batam ini tidak menghambat perkembangan dunia investasi di Batam, dan justru saling menguatkan.
Sejak dilantik, April lalu, pihaknya sudah langsung berkoordinasi dengan beberapa instansi, mulai dari Pemkot Batam, Pemprov Kepualauan Riau, asosiasi dan pengusaha di Batam, hingga kepolisian.
Tim baru juga bersama Dewan Kawasan tengah merumuskan konsep baru Batam sebagai SEZ (special economic zone) atau Kawasan Ekonomi Khusus. Status Batam yang semula sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ) akan ditingkatkan menjadi KEK.
Pengembangan model KEK ini, lanjutnya, telah banyak diterapkan di negara-negara seluruh dunia dalam menarik lebih banyak investor. Status KEK akan lebih banyak menawarkan kemudahan dalam berinvestasi seperti tax holiday dan tax allowance.
Keberadaan existing industries atau industri yang sudah ada saat ini akan dipertahankan dan tetap menjadi perhatian dengan sedikit modifikasi mengikuti perkembangan agar mampu menjadi stimulus bagi calon investor baru yang potensial.
“Tidak akan ada pengurangan atau perubahan fasilitas apapun. Calon investor baru akan tetap mendapatkan fasilitas sama halnya dengan free trade zone,” ujarnya
Sementara bagi industri atau investor yang bersedia masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus, lanjut dia, akan mendapatkan fasilitas lebih termasuk jaminan keamanan dan kemudahan pengendalian tata ruang wilayah kawasan industri dalam rangka efisiensi dalam infratsruktur dan utilitas.
Perubahan kepemimpinan di Batam ini memang menarik perhatian para calon investor terutama pemodal asing. Beberapa negara langsung mencari informasi mengenai kepastian dan rencana transormasi yang dilakukan di Batam.
Salah satunya para investor asal Kanada. Duta Besar Kanada untuk Indonesia Donald Bobias langsung berkunjung ke Batam untuk mencari tahu mengenai perizinan investasi di Batam pada akhir April lalu.
Kanada dilaporkan tertarik membangun pabrik dan melakukan investasi di sektor infrastruktur seperti transportasi, listrik dan air. Menurut Bobias, sektor industri yang menjadi perhatian adalah industri coklat. Kanada mencari perusahaan Indonesia yang bisa memasok bahan coklat bubuk (cocoa powder). Batam memiliki beberapa pabrik bahan baku coklat yang berorientasi pasar ekspor sehingga menarik para pengusaha asal Kanada.
“Perusahaan Kanada banyak yang bergerak pada industri pengolahan coklat terbaik,” kata Bobias.
Negara Adidaya Amerika Serikat juga tak ketinggalan untuk mencari informasi terkait rencana kerja nahkoda BP Batam yang baru. Pada 21 April 2016 perwakilan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat yang berada di Jakarta juga mengunjungi Batam. Mereka adalah Phil Nevrig sebagai Staf Bidang Ekonomi, Ahsan Khasimuddin Staf Bidang Politik dan Dian Puspita Sari dari Bagian Ekonomi.
Kedutaan AS ingin mencari informasi langsung bagaimana rencana BP Batam ke depan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan berbagai program pengembangan di wilayah Batam sebagai salah satu tujuan investasi terbaik di Asia Tenggara.
“Hubungan perdagangan dan investasi antara Batam dan pengusaha Amerika Serikat sangat baik, dan kami berharap hubungan ini dapat terus ditingkatkan. Kami akan menjelaskan kepada seluruh pengusaha asal Amerika baik yang berada di Batam, Indonesia maupun yang berada di Amerika Serikat bahwa pimpinan baru BP Batam berkomitmen lebih meningkatkan daerah ini sebagai kawasan industri dan investasi yang kompetitif di wilayah Asia Tenggara,” kata Nevrig.
Para pengusaha asal Jepang yang ada di Malaysia yang tergabung dalam Japan Club Malaysia bahkan berniat merelokasi pabriknya ke Batam. Delegasi pengusaha Jepang pada 10 Mei lalu juga berkunjung ke Batam mencari informasi mengenai peluang investasi dan proses perizinan di Batam. Mereka terdiri dari 15 perusahaan yang telah beroperasi di Malaysia dan bergerak di sektor industri komponen dasar dan elektronik.
“Para pengusaha ingin survei mengenai kondisi iklim investasi dan perekonomian di Batam, serta untuk menjajaki kemungkinan melakukan relokasi perusahaan mereka ke Batam. Kami juga ingin mengetahui informasi mengenai kebijakan pemerintah pusat terhadap BP Batam ke depannya yang berdampak pada investasi,” kata Head of Delegation Japan Club Malaysia, Datok Ichiro Suzuki.
Datok Ichiro yang juga Leader of The Chamber of trade and Industry Malaysia, mengatakan Japan Club Malaysia sendiri terdiri dari 600 anggota pengusaha Jepang di Malaysia.
Deputi Bidang Pelayanan Umum BP Batam Gusmardi Bustami menambahkan keunggulan lain yang dimiliki Batam adalah ketersediaan sumber daya manusia yang handal. Ketersediaan tenaga kerja lokal yang handal mulai dari tingkat operator, middle level, hingga high positionsekelas supervisor dalam jumlah besar, upah minimum pekerja, serta regulasi perburuhan yang berlaku di Batam juga selalu menjadi salah satu faktor yang diperhatikan investor.
“Politeknik Negeri Batam juga melahirkan tenaga-tenaga ahli dibidang mekanikal dan teknik yang mampu berkualifikasi,” ujarnya.
Dari segi infrastruktur, Bright PT PLN Batam, anak usaha PT PLN (Persero), juga menyatakan siap mendukung jika terjadi permintaan listrik akibat adanya akselerasi investasi di Batam. Direktur Utama PLN Batam Dadan Kurniadipura mengatakan pihaknya tengah membangun sejumlah pembangkit untuk mengantisipasi kenaikan permintaan listrik yang rata-rata mencapai 11% per tahun.
“Namun, jika ada permintaan listrik di atas itu pun, sebagai perusahaan swasta, kami sangat siap,” katanya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Putera Batam (UPB) Mohammad Gita Indrawan mengatakan kawasan Batam dan hampir seluruh wilayah Kepulauan Riau menarik untuk investasi karena posisinya yang sangat strategis. Menurutnya, Batam itu seperti gula bagi investor, selalu menarik bagi investor karena banyak menawarkan keunggulan dan kelebihan.
“Persoalan Batam ini Tinggal kepastian regulasi dari pemerintah saja,” katanya.
Dia menyebutkan rencana pemerintah mengubah FTZ Batam menjadi KEK tidak akan menjawab persoalan, sebab akar masalah di Batam yang segera harus diselesaikan adalah tumpang tindih kewenangan antara BP Batam dengan pemerintah daerah.
Menurutnya, satu-satunya cara adalah pemerintah harus menerbitkan peraturan pemerintah (PP) soal kewenangan yang dimiliki BP Batam dan pemda.
“Penerbitan PP itu solusi jangka pendek. Untuk jangka panjangnya, harus ada Undang-undang khusus provinsi atau kawasan. Harus otonomi asimetris yang beda yang bisa memajukan kawasan,” ujar Wakil Rektor UPB itu.
Menko Perekonomian Darmin Nasution saat pertemuan Forum Investor Indonesia-Singapura pada 30 Mei lalu mengatakan bahwa diperlukan transformasi dari FTZ menjadi SEZ atau KEK untuk mengakselerasi investasi dan laju ekonomi di kawasan Batam.
“Pengembangan kebijakan baru di Batam ini adalah untuk meningkatkan proses investasi dan meluruskan tumpang tindih pemerintahan dan pengurusan perizinan sehingga Batam bisa lebih berkembang lagi,” ujar Darmin.
Dengan demikian, transformasi di BP Batam yang tengah dilakukan ini benar-benar bisa memenuhi harapan Presiden Joko Widodo agar kawasan ini bisa segera menjadi daerah investasi terbaik di Asia Tenggara.
Post A Comment:
0 comments: