Pemerintah Pusat akan segera membubarkan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Hal tersebut dikarenakan BP Batam dinilai menghambat perkembangan investasi di Kota Batam. Instansi pemerintah yang dipimpin Mutsofa Widjaja tersebut dituding menyebabkan kerugian negara hingga Rp20 triliun akibat berkurangnya penerimaan sektor pajak.
Dualisme kepemimpinan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam dinilai sangat tidak mendukung investasi. Kewenangan yang hampir sama antara Pemko Batam dan BP Batam dinilai membuat investor kesulitan berinvestasi Akibatnya, potensi Batam yang diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong perekonomian nasional, tidak berjalan maksimal.
Wacana pembubaran Badan Pengusahaan (BP) Batam digulirkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat melantik Pejabat Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (30/12). Tjahjo menegaskan BP Batam akan dibubarkan Januari 2016. Meski, beberapa saat kemudian pernyataan tersebut direvisi Menteri Koordinator Perekonomian,
Darmin Nasution. Darmin menuturkan, pembubaran BP Batam belum final. Masih ada kajian yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat terkait lembaga yang (sempat) menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat di Kota Batam tersebut. BP Batam bisa jadi betul-betul bubar atau hanya “berganti baju” seperti halnya yang pernah terjadi beberapa waktu lalu saat Otorita Batam bertransformasi menjadi BP Batam.
Berdasarkan beberapa berita di koran lokal Batam, pembahasan mengenai BP Batam akan dilakukan hari ini (5/1). Ada 12 kementrian terkait yang akan terlibat pada pembahasan tersebut, termasuk Dewan Kawasan Nasional dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Meski belum pasti, pembubaran BP Batam menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat Batam – termasuk para tokoh yang bersinggungan langsung dengan instansi pemerintahan yang sudah membangun dan mengelola Batam sejak awal tahun 1970-an tersebut.
Bila mencermati beberapa berita di surat kabar lokal maupun media daring, ada beberapa pihak yang cukup “ngotot” ingin membubarkan BP Batam. Selain faktor pertumbuhan investasi yang dinilai melempem, apa sih yang membuat mereka ingin membubarkan BP Batam?
BP BATAM MILIKI ASET POTENSIAL
Pemerintah Kota Batam mungkin satu-satunya pemerintah daerah yang tidak memiliki kewenangan mengelola air bersih/air minum (sejenis PDAM). Tidak seperti daerah lain di Indonesia, pengelolaan air bersih di Batam berada dibawah kendali BP Batam. Pemerintah Kota dan DPRD Batam sama sekali tidak memiliki kewenangan apapun terkait pengelolaan air bersih – khususnya di Pulau Batam, pulau utama Kota Batam.
Otomatis, laba dari pengelolaan air bersih di Batam masuk ke pendapatan BP Batam, bukan Pemko Batam. Padahal pengelola air bersih di Batam termasuk salah stu perusahaan air minum terbaik di Indonesia dengan keuntungan/laba yang cukup besar. Bayangkan, untuk investasi infrastruktur dll, setiap tahun perusahaan air minum di Batam menggelontorkan dana sekitar Rp70 miliar. Bisa dihitungkan berapa keuntungan yang bisa diraup untuk PAD bila perusahaan air minum berada dibawah kendali Pemko Batam?
Selain itu, BP Batam juga menguasai seluruh lahan yang ada di Pulau Batam. Untuk seluruh alokasi lahan harus mendapat izin dari BP Batam. FYI, Kantor Walikota Batam saja statusnya masih milik BP Batam. Selain itu, seluruh lahan sifatnya hak guna (beberapa ada hak milik, namun presentasenya sangat kecil). Setiap beberapa tahun, pemilik lahan harus membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dengan besaran yang berbeda tergantung dari lokasi lahan.
UWTO tersebut sempat menjadi senjata andalan Gubernur Kepri dan Walikota Batam terpilih saat kampanye Pilkada lalu. Mereka menjanjikan, bila menang Pilkada, UWTO akan dihapuskan di Batam. Saya tidak tahu, apakah wacana pembubaran BP batam tersebut merupakan loby-loby dari mereka agar tidak lagi UWTO di Batam? Entahlah! Hanya saja, bila BP Batam bubar ada kemungkinan tidak ada lagi UWTO.
Saya pribadi berpendapat, ada baiknya lahan-lahan di Pulau Batam memang dipertahankan berstatus hak guna pakai. Hal tersebut untuk melindungi lahan di Batam tidak dikuasai oleh segelintir orang atau bahkan mungkin dikuasai oleh warga negara asing yang berniat tidak baik.
Bisa saja kan ada yang sengaja beli lahan banyak-banyak, setelah itu agar Batam sepi dan tidak menarik seperti yang diharapkan, lahan tersebut sengaja dibiarkan kosong – dijadikan lahan tidur. Bila lahan tersebut berstatus hak milik, akan sulit pemerintah melakukan campur tangan agar lahan tersebut dimanfaatkan dengan baik. Saat ini, bila ada lahan tidur dengan jangka waktu tertentu, BP Batam berhak menarik kembali lahan tersebut.
Selain itu, bila lahan berubah status menjadi hak milik, khawatir akan menyulitkan pemerintah bila memerlukan lahan untuk kepentingan tertentu, misalkan untuk membangun jalan, menambah infrastruktur dll. Cukup banyak contoh bagaimana pemerintah di daerah lain harus “menarik urat kuat-kuat” saat melakukan ganti untung lahan warga yang diperlukan untuk kepentingan umum. Apalagi lahan di Batam terbatas, dan Batam memang didaulat sebagai kota industri.
Apa jadinya bila nanti ada investor yang memerlukan lahan dan tidak ada lahan lagi yang tersedia karena habis digunakan untuk kepentingan lain diluar kepentingan industri? Misalkan untuk pemukiman. Apalagi saat ini mulai marak perumahan-perumhan baru.
Selain lahan, pelabuhan ferry internasional juga dibawah kendali BP Batam, termasuk Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre dan Sekupang yang setiap bulan tidak pernah sepi oleh pengunjung. Selain pelabuhan, BP Batam juga menguasai Bandar Udara Internasional Hang Nadim.
Selain aset potensial, BP Batam juga masih memegang kendali untuk beberapa perizinan, seperti Perizinan Fatwa Planologi, Cut and Field, Alokasi Lahan, titik-titik lokasi iklan, SK BKPM tentang registrasi perusahaan di Indonesia, Angka Pengenal Import Terbatas (APIT), serta Izin Usaha Tetap (IUT).
BP Batam juga mendapat kewenangan dari pemerintah pusat untuk mengeluarkan perizinan lalu lintas keluar masuk barang, seperti Perizinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perizinan IT-PT, Perizinan IT Cakram, Perizinan IT Alat Pertanian, Perizinan IT Garam Perizinan, Mesin Fotocopy dan printer berwarna, Perizinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perizinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus hingga Perizinan Pelepasan Kapal Laut. Beberapa aset dan kewenangan yang dimiliki BP Batam tersebut mungkin ada yang membuat “gerah” beberapa pihak. Sehingga, menginginkan BP Batam tidak lagi eksis di Batam.
Apalagi, setelah mengelola Batam lebih dari 40 tahun, kekuasaan BP Batam cukup mengakar di Batam.
INVESTASI ANJLOK, SALAH BP BATAM?
Ada tudingan bahwa kinerja BP Batam tidak optimal. Ada tuduhan investor banyak yang batal mengalokasikan dana mereka di Batam karena BP Batam mempersulit calon investor untuk berinvesatsi di Batam. Padahal perizinan untuk calon investor, tidak hanya ada dibawah wewenang BP Batam, namun juga Pemko Batam.
Menurut pendapat saya yang hanya sebagai warga sipil biasa, bisa saja investor enggan mengalokasikan dana mereka karena UMK yang terlalu tinggi, sehingga investor yang sudah berinvestasi saja memilih memindahkan investasi mereka. Sejak tahun 2012,
UMK Kota Batam memang melonjak drastis. Bila 2010 UMK Batam masih Rp1.110.000.000, 2011 masih Rp1.180.000, 2012 mulai melonjak menjadi Rp1.402.000, 2013 terus melonjak menjadi Rp2.040.000, dan 2014 menjadi Rp2.422.000. UMK yang terus meningkat pasti membuat investor mundur teratur. Apalagi ada tawaran dari negara lain (yang hampir sama strategisnya dengan lokasi Batam) dengan (mungkin) upah yang jauh lebih kecil. Sehingga, investor tersebut mungkin lebih tertarik menanamkan dana mereka di negara asia lain – misalkan Kamboja.
Apalagi setiap kali upah ditetapkan di Batam, BP Batam tidak pernah dilibatkan. Penetapan upah sepenuhnya menjadi kewenangan Pemko Batam untuk mengusulkan, dan penetapan sepenuhnya menjadi kewenangan Gubernur Kepri. Sehingga ada yang tidak sinkron. BP Batam yang mencari investor, namun besaran upah ditetapkan oleh pihak lain.
TEPATKAH MENYERAHKAN KENDALI KE GUBERNUR?
Ada usul agar BP Batam dibubarkan dan dibentuk lembaga baru dengan kendali dari Gubernur Kepri sehingga lebih sinkron untuk bekerjasama dengan Pemko Batam. Harapannya agar investasi kembali menggeliat dan Batam kembali menjadi daerah industri yang seksi seperti yang diharapkan.
Hanya saja perlu diingat, saat ini Gubernur Kepri – selaku Ketua Dewan Kawasan (DK), sebenarnya sudah memiliki kendali terkait BP Batam. Ketua BP Batam dan pucuk pimpinan dilantik oleh Ketua DK aka Gubernur Kepri dengan mekanisme pemilihan yang juga ditentukan oleh DK, namun investasi di Batam masih dianggap belum maksimal.
Mungkin ada baiknya agar laju perekonomian di Batam lebih cepat, pemerintah pusat lebih berperan mendorong dan mempromosikan Batam ke kancah internasional. Selama ini – meski Batam didaulat menjadi wilayah yang dapat mendorong perekonomian nasional, BP Batam sepertinya berjuang sendiri untuk menarik investor. Meski ada campur tangan pemerintah pusat, persentasenya sepertinya masih sangat kecil.
Hanya sekedar saran, pemerintah pusat mungkin ada baiknya melakukan lobby-lobby khusus sehingga banyak investor dari mancanegara yang lebih tertarik untuk menginvestasikan dana mereka di Batam. Toh, bila Batam berhasil menjadi wilayah industri sesuai yang diharapkan, dampaknya juga akan terasa oleh pemerintah pusat.
Jangan sampai seperti proyek transhipment yang batal dibangun di Batam akibat kalah lobby dengan Singapura. Secara kasat mata, sebuah kota dengan kewenangan yang sangat terbatas, tentu akan kalah saing dengan lobby-lobby dari sebuah negara. Meski mungkin, dari sisi luas wilayah hampir sama.
Sebagai warga Batam, apapun keputusan terkait BP Batam kelak, semoga memang yang terbaik untuk Batam khususnya, dan Indonesia umumnya. Jangan sampai keputusan tersebut hanya untuk “menyenangkan” segelintir pihak. Salam Kompasiana! (*)
source @ Kompas
Post A Comment:
0 comments: